Jumat, 22 April 2011

Ergonomi Industri: Pendekatan Ergonomi Menjawab Problematika Industri

As companies adopt management philosophies of continuous productivity and quality improvement to survive in the increasingly competitive world market, the need for industrial “ergonomics” engineers is growing. Why ? Industrial “ergonomics” engineers are the only engineering professionals trained as productivity and quality improvement specialists
(Institute of Industrial Engineers – http://www.iienet.org/ieedu.htm)


Banyak orang yang salah menginterpretasikan pengertian tentang industri. Istilah “industri” dalam berbagai kasus sering dilihat dalam kaca-mata sempit sebagai “pabrik” yang banyak bergelut dengan aktivitas manufakturing. Sesuai dengan “nature”-nya, industri bisa diklasifikasikan secara luas yaitu mulai dari industri yang menghasilkan produk-barang fisik (manufaktur) sampai ke produk-jasa (service) yang non-fisik. Industri juga bisa kita bentangkan dalam pola aliran hulu-hilir sampai ke skala kecil-menengah-besar. Demikian juga problematika yang dihadapi oleh industri --- yang kemudian menjadi fokus kajian/studi tentang ergonomi industri --- bisa terfokus dalam ruang lingkup mikro (lantai produksi) dan terus melebar luas mengarah ke problematika manajemen produksi (perencanaan, pengorganisasian, pengoperasian dan pengendalian sistem produksi) yang harus memperhatikan sistem lingkungan (internail maupun eksternal) dalam setiap langkah pengambilan keputusan berdimensi strategik.

Ergonomi yang secara umum diartikan sebagai ”the study of work” telah mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi-keahlian kerja manusia (Bridger, 1995; Sanders & McCormick, 1992). Apa-apa yang telah dilakukan oleh Taylor dan para pionir keilmuan ”ergonomi industri” lainnya itu (kebanyakan dari mereka justru berlatar belakang insinyur) juga telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan dan penerapan sains-teknologi demi kemaslahatan manusia. Disini penerapan sains, teknologi serta ilmu-ilmu keteknikan (engineering) tidak harus selalu terlibat dalam masalah-masalah yang terkait dengan perancangan perangkat keras (hardware) berupa teknologi produk maupun teknologi proses; akan tetapi juga ikut bertanggung-jawab dalam persoalan-persoalan yang berkembang dalam perancangan perangkat teknologi lainnya (software, organoware dan brainware). Begitu pula, kalau sebelumnya orang masih terpancang pada upaya peningkatan produktivitas melalui “sumber daya pasif” (mesin, alat ataupun fasilitas kerja lainnya), maka selanjutnya orang akan menempatkan manusia sebagai “sumber daya aktif” yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya guna meningkatkan kinerja organisasi (perusahaan).

Langkah-langkah pendekatan ini diawali dengan identifikasi permasalahan dengan melihat dan sekaligus melakukan evaluasi terhadap beberapa atribut “ketidak-ergonomisan” dari rancangan produk, fasilitas maupun kondisi kerja yang ada. Atribut-atribut tersebut bisa berupa sikap/posisi kerja orang, kesesuaian-tidaknya dimensi/ukuran produk ataupun fasilitas kerja dengan antropometri, tingkat produktivitas kerja (diukur dari waktu maupun standar keluaran), kenyamanan, pengaruh beban kerja terhadap fisik maupun mental manusia, dan lain-lain. Langkah awal dilakukan dengan mengumpulkan, mengolah, menguji dan melakukan analisa data terhadap atribut-atribut ergonomi yang dipilih serta relevan dengan rancangan yang ingin diperbaiki.

Selanjutnya mengembangkan konsep rancangan produk, fasilitas maupun kondisi kerja yang bisa diharapkan bisa memperbaiki memperbaiki kinerja (performance) dengan mengacu pada atribut-atribut ergonomis yang telah ditetapkan. Pertimbangan aspek ergonomi didalam rancangan diharapkan akan mampu memperbaiki kinerja produk maupun fasilitas kerja seperti mengurangi waktu interaksi (interaction time), menekan tingkat kesalahan dalam pengoperasian (human errors), memperbaiki tingkat kepuasan pengguna (user satisfaction), dan mempermudah pemakaiannya (device usability) (Stanton and Young, 1999). Modifikasi terhadap rancangan yang berdasarkan pertimbangan ergonomi kemudian direalisasikan dengan langkah pembuatan prototipe. Selanjutnya dilakukan langkah pengujian terhadap prototipe tersebut untuk melihat seberapa jauh dan signifikan kinerja rancangan produk/silitas kerja yang baru tersebut mampu memenuhi tolok ukur kelayakan ergonomis seperti aplikasi data antropometri yang sesuai, waktu/output standard, penggunaan enersi kerja fisik dan keluhan subyektif.

Ergonomi yang awal mulanya muncul sebagai sebuah disiplin yang fokus pada studi dan perancangan kerja; belakangan berkembang menjadi sebuah disiplin yang jauh berbeda secara signifikan dalam hal fokus maupun area luasan lingkup kajiannya. Telah terjadi penurunan intensitas untuk melakukan studi tentang kerja khususnya yang terjadi di lantai produksi (shopfloor) dan bergeser ke aras makro yang terkait dengan area sosial-ekonomi industri. Kondisi tersebut melahirkan sebuah disiplin baru di ranah ilmu keteknikan --- yang kemudian dikenal dengan disiplin teknik produksi/industri --- yang tidak hanya membatasi ranah kajiannya seputar sistim manusia-mesin; tetapi juga memberikan kompetensi untuk mengorganisasikan kerja dan merancang sistem kerja industri modern (Bailey dan Barley, 2004). Dalam perjalanan paruh abad 20, disiplin teknik industri dipahami sebagai sebuah filosofi manajemen dan pengembangan teknik-teknik kuantitatif untuk memperbaiki sistem produksi/industri dengan cara meningkatkan efisiensi kerja. Mereka juga merancang ulang mesin perkakas (machine tools) untuk menambah ketelitian dan efisiensi kerja mesin. Selain itu juga melakukan eksperimen dengan pemberian bonus kerja (incentive plans) yang dipercaya akan bisa meningkatkan motivasi dan menghasilkan upah yang layak dari pekerja.

Sebagian besar aktivitas yang dikerjakan oleh seorang pakar ergonomi industri di awal kemunculannya terpusat pada persoalan-persoalan yang dijumpai di pabrik dan aktivitas yang umumnya dilaksanakan secara manual, repetitif dengan output berupa benda fisik. Selanjutnya setelah perang dunia kedua (1950-an); perkembangan studi mengarah ke problematik industri dalam skala besar (ergonomi-makro) dengan berbagai kajian yang mengarah ke pendekatan kuantitatif dan analitis dalam penyelesaian persoalan industri yang semakin abstraktif, komprehensif, penuh dengan ketidakpastian dan sulit diprediksi. Meskipun di awal pertumbuhannya masih fokus dengan penanganan problematika di lantai produksi (shop floor) dalam ranah ergonomi-mikro, namun kemudian mulai beranjak dengan pengembangan berbagai model, tools dan metode/teknik dan pengelolaan (manajemen) dari sebuah mata rantai proses produksi dan distribusi. Studi tentang ergonomi industri terus berkembang dengan berbagai metode dan cara pendekatan dalam ranah analisa serta proses pengambilan keputusan dengan memasukan faktor resiko yang sering dihadapi dalam dunia industri, bisnis dan manajemen (Wignjosoebroto, 2009).

Seorang professional teknik/ergonomi industri seringkali membanggakan kompetensinya dalam berbagai hal mulai dari proses perancangan produk, perancangan tata-cara kerja sampai dengan mengembangkan konsep-konsep strategis untuk mengembangkan kinerja industri.  Seorang professional teknik industri akan bisa menunjukkan cara bekerja yang lebih baik, lebih cerdik, lebih produktif, dan lebih berkualitas.  Seorang profesional teknik industri bisa diharapkan sebagai “problem solver” untuk membuat sistem produksi bisa dioperasikan dan dikendalikan secara lebih efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien Untuk itu eliminasi berbagai hal yang bersifat kontra-produktif seperti pemborosan waktu, uang, material, enersi dan komoditas lainnya merupakan fokus utama yang harus dikerjakan (Wignjosoebroto, 2006).








Kamis, 21 April 2011

Industrial Egonomics’ Roadmap: Perspektif Historis

Research and teaching in Industrial Engineering takes as its primary focus how humans work in organizations; include in this term the following areas of motion and time studies, human factors, job design, ergonomics, productivity and efficiency studies.

(Diane E. Bailey and Stephen R. Barley, 2004)


                                                 
Ergonomi  secara  nyata  memberi  dampak  terhadap  kehidupan manusia sehari-hari; mulai dari rumah dimana mereka bertempat tinggal dan khususnya sampai ke tempat kerja di industri, perkantoran, dan lain-lain. Pendekatan dan evaluasi ergonomi banyak diaplikasikan dalam banyak hal. Mulai dari perancangan produk, fasilitas kerja, tempat kerja (work stations/places) dan juga lingkungan kerja (working environment) dengan sasaran untuk menambah efektivitas, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja. Lebih penting lagi juga diaplikasikan untuk memperbaiki kenyamanan, keselamatan dan kesehatan kerja (comfort, safety and health). Cukup banyak istilah maupun definisi yang bisa dibuat untuk menjelaskan arti ergonomi seperti human factors, human factors engineering, human engineering, engineering psychology, applied ergonomics, industrial ergonomics dan/atau industrial engineering. Istilah yang paling sering digunakan adalah ergonomics dan/atau human factors. Keduanya merujuk pada pengertian “the study of work and the interaction between man and his work environmental systems” (Moroney, 1995).

Istilah ergonomics biasanya lebih dikaitkan dengan kerja/aktivitas fisik (physical work), sedangkan human factors lebih umum dihubungkan dengan aspek psikologi kerja (mental workloads dan cognitive issues). Belakangan batasan-batasan dari kedua istilah tersebut tampaknya menjadi kabur dan tidak lagi dibedakan/dipertentangkan. Keduanya merepresentasikan aktivitas studi tentang kerja dan interaksi antara manusia dengan system lingkungan fisik kerjanya. Tujuan utamanya adalah memperoleh kesesuaian antara kebutuhan dengan rancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi system manusia-mesin serta lingkungan fisiknya agar lebih produktif, nyaman, aman dan memuaskan untuk penggunaannya.

IEA (International Ergonomics Association) mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik maupun mental manusia untuk merancang produk, proses, stasiun/tempat kerja (workplaces) dan interaksi manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang kompleks. Definisi yang paling sederhana dan ringkas dari ergonomi adalah studi tentang kerja, dikaitkan dengan kerja fisik (physical) maupun mental (psychological) manusia. Dalam hal ini pendekatan ergonomi akan fokus pada evaluasi dan perancangan tempat kerja; baik problematik kerja secara fisik (manual lifting, repetitive motion, lighting, noise dan energy expanded) maupun mental-kognitif (perception, attention, decision making, dll). Sedangkan Chapanis (1999) mendefinisikan human factors (ergonomics) sebagai “a body of knowledge about human abilities, human limitations, and other human characteristics that are relevant to design”. Sedangkan pengertian mengenai human factors engineering (the practice of ergonomics) dinyatakannya sebagai “the application of human factors (ergonomic) information to the design of tools, machines, systems, tasks, jobs, and environments for safe, comfortable and effective human use”. Problematik kerja yang sering dialami manusia seperti eyestrain, headaches and musculoskeletal disorders akan bisa dicegah melalui pendekatan ergonomi. Begitu juga kinerja optimal akan bisa dipenuhi manakala peralatan/fasilitas kerja, stasiun kerja, produk dan tata cara kerja bisa dirancang dan disesuaikan dengan pendekatan dan prinsip-prinsip ergonomi. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip ergonomi akan menghasilkan berbagai masalah seperti injuries and occupational diseases, increased absenteeism, higher medical and insurance costs, increased probability of accidents and human errors, higher turnover of workers, less production output, lawsuits, low-quality of work, less spare capacity to deal with emergencies, dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2006).

Disisi lain aplikasi ergonomi di industri (applied/industrial ergonomics dan human engineering) --- the science of people at industrial works --- terkait dengan studi yang fokus pada kinerja manusia (physiology dan psychology) untuk memperbaiki sistem kerja yang melibatkan manusia, material, mesin/peralatan, tata cara kerja (methods), enersi, informasi dan lingkungan kerja (Wignjosoebroto, 2006). Ada tiga area aplikasi ergonomi industri yang sering dilakukan yaitu (a) employee safety and health concern, (b) cost-or-productivity related fields, and (c) the comfort of people (Tayarri, 1997). Demikian juga sesuai dengan ruang lingkup industri yang pendefinisiannya terus melebar-luas (dalam hal ini industri akan dilihat sebagai sebuah sistem yang komprehensif-integral); maka persoalan industri tidak lagi dibatasi oleh pemahaman tentang perancangan teknologi produk dan/atau teknologi proses (ruang lingkup mikro) saja, tetapi juga mencakup ke persoalan organisasi dan manajemen industri dalam skala sistem yang lebih luas, makro dan kompleks.


Problem industri tidak lagi berada didalam dinding-dinding industri yang terbatas, tetapi juga merambah menuju ranah lingkungan luarnya, sehingga memerlukan solusi-solusi yang berbasiskan pemahaman tentang konsep sistem, analisis sistem dan pendekatan sistem dalam setiap proses pengambilan keputusan. Dari aras mikro Moroney (1995) melihat ergonomi industri akan terkait dengan persoalan-persoalan faktor manusia sebagai individu dalam perancangan area/stasiun kerja (workplace design) dan ranah kognitif; sedangkan untuk aras makro, ergonomi industri akan berhadapan dengan berbagai ragam variasi budaya (cultural variables) yang memerlukan pendekatan-pendekatan sistemik dan holistik didalam menyelesaikan persoalan organisasi industri yang semakin kompleks.

INDUSTRIAL ERGONOMICS’ R0ADMAP.


Revolusi industri yang berlangsung sekitar dua setengah abad yang lalu telah membawa perubahan-perubahan dalam banyak hal.  Awal perubahan yang paling menyolok adalah diketemukannya rancang bangun (rekayasa/engineering) mesin uap sebagai sumber energi untuk berproduksi, sehingga manusia tidak lagi tergantung pada energi-ototi ataupun energi alam.  Lebih jauh lagi manusia bisa menggunakan sumber energi secara lebih fleksibel, dipindahkan ataupun ditempatkan dimanapun lokasi aktivitas produksi akan diselenggarakan.  Diketemukannya mesin uap merupakan awal dikenalnya sumber tenaga utama (prime mover) yang mampu meningkatkan mobilitas dan produktivitas kerja manusia.  Hal lain yang patut dicatat adalah diterapkannya rekayasa  tentang  tata cara  kerja (methods engineering) guna meningkatkan produktivitas kerja yang lebih efektif-efisien dengan menganalisa kerja sistem manusia-mesin sebagai sebuah sistem produksi yang terintegrasi. 


Kapankah sebenarnya pendekatan ergonomi telah dilakukan manusia pada saat merancang produk, alat kerja maupun sistem kerja di industri?  Penerapan pendekatan ergonomi di aktivitas kerja (industri) telah banyak ditunjukkan dengan berbagai bukti nyata di masa lampau seperti halnya saat manusia melakukan perancangan produk, alat kerja maupun sistem kerja.  Sanders dan McCormick (1992) dalam hal ini secara tegas menyatakan manusia-manusia ”pra-sejarah” yang menggunakan alat/perkakas (tools) --- baik untuk melindungi maupun membantu melaksanakan kerja tertentu --- merupakan peletak dasar pemikiran dan penerapan ergonomi dalam proses perancangan produk/peralatan kerja.  Selanjutnya studi-studi mengenai peralatan kerja yang harus dioperasikan dengan menggunakan tenaga fisik manusia terutama di sektor pertanian (people-powered farming tools) seperti bajak, pacul, sabit, dan lain-lain telah pula melahirkan banyak perubahan maupun modifikasi rancangan dengan lebih memperhatikan faktor manusia. 

Apa-apa yang telah dikerjakan oleh Taylor, Frank & Lillian Gilbreth, Fayol, Muntersberg, Granjean, Barnes, Mundel, Kroemer, McCormick, Sanders dan lain-lain telah menghasilkan paradigm-paradigma baru dalam berbagai penelitian kerja dengan fokus pada manusia sebagai penentu tercapainya produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) yang lebih baik lagi. Pendekatan ergonomi dalam perancangan teknologi di industri telah menempatkan rancangan produk dan sistem kerja yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi.  Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama (Emerson and Nahring, 1988). 

Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya juga akan terus terarah pada segala upaya  implementasi konsep “human-centered engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mempertimbangkan faktor manusia didalamnya.  Ada dua prinsip utama yang harus diterapkan pada saat industri ingin mengimplementasikan rancangan sistem kerja dengan pendekatan ergonomis, yaitu: (a) harus disadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci penentu sukses didalam operasionalisasi sistem manusia-mesin (produk); tidak peduli apakah sistem tersebut bersifat manual, semi-automatics (mechanics) ataupun full-automatics, dan (b) harus diketahui terlebih dahulu sistem operasional seperti apa yang kelak dapat dioperasikan dengan lebih baik oleh manusia; namun disisi lain dengan melihat kekurangan, kelemahan maupun keterbatasan manusia maka barulah perlu dipertimbangkan untuk mengalokasikan operasionalisasi fungsi tersebut dengan menggunakan mesin/alat yang dirancang secara spesifik.

Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi akan mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya.  Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien (ENASE).  Toyota Production System secara eksplisit menekankan aspek “ENASE” ini sebagai pilar utama dan filosofi manajemen yang diformulasikan sebagai (1) perbaikan secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam peningkatan produktivitas kerja; dan (2) tetap memperhatikan keselamatan, kenyamanan dan kesehatan (quality of work-life) dari operator pekerjanya. Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem kerja  tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan; (b) mengurangi waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan kerusakan fasilitas kerja karena human errors; dan (c) meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja (Wignjosoebroto, 2006).

Konsep produktivitas yang terjadi dalam lini produksi di industri telah menggeser struktur ekonomi agraris yang berbasis pada kekayaan sumber daya alam untuk kemudian beranjak menuju ke struktur ekonomi produksi (industri) yang menekankan arti pentingnya nilai tambah (added value).   Sebenarnya apa-apa yang telah dilakukan oleh Taylor, dkk itu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan terlepas dari apa-apa yang telah dikerjakan oleh oleh para pioneer studi kerja di industri sebelumnya.  Bila istilah produksi maupun industri akan dipakai sebagai kata kunci yang melatar-belakangi lahirnya studi ergonomi industri; maka setidak-tidaknya dalam hal ini Adam Smith (The Wealth of Nations, 1776) dan Charles Babbage (On Economy of Machinery and Manufacturers, 1832) telah mengemukakan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan spesialisasi/keahlian.  Fokus persoalan mengenai apa yang diteliti, dikaji dan direkomendasikan oleh Smith maupun Babbage ini tampaknya memberikan motivasi kuat bagi Frederick W.Taylor (The Principles of Scientific Management, 1905) untuk menempatkan “engineer as economist” didalam perancangan sistem produksi di industri, dimana konsep yang dikembangkan berkisar pada dua tema pokok, yaitu (a) telaah mengenai “interfaces” manusia dan mesin dalam sebuah sistem kerja, dan (b) analisa sistem produksi untuk memperbaiki serta meningkatkan performans kerja yang ada.  Pendekatan ergonomi dalam perancangan teknologi di industri telah menempatkan rancangan produk dan sistem kerja yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi.  Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama.  


Industri seharusnya dikelola secara khusus melalui pendekatan ergonomi. Banyak masalah yang terjadi di area sistem produksi yang memerlukan aplikasi konsep dan metode ergonomi untuk penyelesaiannya seperti rendahnya kualitas maupun produktivitas kerja.  Begitu juga dengan permasalahan K3 (Occupational Safety and Health) yang banyak menimpa pekerja maupun biaya tinggi yang muncul akibat produk cacat (waste) ataupun nonproductive activities (idle, delay, material handling, accidents), dan lain-lain.  Persoalan-persoalan tersebut umumnya muncul, oleh karena tidak diterapkannya pendekatan ergonomi industri pada saat perancangan stasiun kerja (workstations/places), fasilitas kerja (machine and tools), produk, proses, ataupun lingkungan kerja (work environment).  Dalam hal ini peneliti-peneliti ergonomi industry diharapkan mau dan mampu memenuhi tantangan industri dengan mempromosikan pendekatan ergonomi (ergonomics method) untuk memberikan kontibusi dan solusi konkritnya.

Dalam berbagai kasus, para peneliti ergonomi industri bisa menjumpai banyaknya produk dan/atau mesin/peralatan kerja yang digunakan di industri yang tidak tepat/layak dioperasikan karena persoalan ketidaksesuaian dimensi antropometri.  Perbedaan ukuran anggota tubuh (antropometri) yang dipakai dalam menentukan dimensi-dimensi perancangan (industrial machinery, equipment, tools, dll) akan memberikan konsekuensi-konsekuensi ergonomi (ergonomic consequences) yang mengakibatkan rendahnya produktivitas, kualitas, K3 dan persoalan serius lainnya.  Oleh karena itu diperlukan evaluasi dan intervensi ergonomi untuk merancang ulang (redesigned) ataupun modifikasi untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja manusia. 
  
REFERENSI/KEPUSTAKAAN:

Bailey, Diane E. and Barley, Stephen R.  Return to Work: Toward Post-Industrial Engineering. IIE Transactions (2005) 37, 737-752.  ISSN: 0740-817X print/1545-8830 online.

Chapanis, A (1999). The Chapanis Chronicles: 50 Years of Human Factors Research, Education, and Design. Santa Barbara, CA: Aegean Publishing Company.

Emerson, Howard P. and Douglas C.E., Naehring (1988).  Origins of Industrial Engineering:  The Early Years of a Professions.  Atlanta, Norcross-Georgia:  Industrial Engineering & Management Press, II.

Fariborz, Tayyari and Smith, James L.  Occupational Ergonomics: Principles and Applications.  London: Chapman & Hall. 1997.

Moroney, William F. (1995). The Evolution of Human Engineering; A Selected Review. In Jon Weimer. (Ed.) Research Techniques in  Human Engineering. Prentice Hall PTR: Englewood Cliffs, NJ.

Sanders, Mark S. and Ernest McCormick (1992). Human Factors in Engineering and Design. New York : McGraw Hill Publishing Company Ltd,  1992.

Wignjosoebroto, Sritomo (2006). Aplikasi Ergonomi dalam Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kerja di Industri. Keynote Seminar Nasional Ergonomi & K3 - “Peranan Ergonomi dan K3 untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas Kerja” yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Ergonomi Indonesia dan Laboratorium Ergonomi & Perancangan Sistem Kerja Jurusan Teknik Industri FTI-ITS, tanggal 29 Juli 2006 di Kampus ITS, Sukolilo-Surabaya.

Wignjosoebroto, Sritomo (2006). Indonesia Ergonomic’s Roadmap. Where We Are Going? Makalah disampaikan dalam Indonesia Panel: Ergo Future 2006 – International Symposium on Past, Present, and Future Ergonomics, Occupational Safety and Health, tanggal 28-30 Augustus 2006 di Universitas Udayana – Denpasar, Bali.

Wignjosoebroto, Sritomo (2006). The Development of Ergonomics Method: Pendekatan Ergonomi Menjawab Problematika Industri. Keynote Seminar Nasional Seminar Nasional Ergonomi 2006 “Pendekatan Ergonomi Makro untuk Meningkatkan Kinerja Organisasi” yang diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Industri – Universitas Trisakti, Program Studi Teknik Industri FT-Universitas Tarumanegara, dan Program Studi Desain Produk FSRD – Universitas Trisakti; serta didukung oleh Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI) dan Badan Kerjasama Pendidikan Tinggi Teknik Industri Seluruh Indonesia (BKSTI) – Korwil Jakarta pada tanggal 21-22 Nopember  2006 di Auditorium Gedung D, Kampus A – Universitas Trisakti Jakarta.


---oooOooo---