Ergonomics is a discipline that seeks to
maximize safety, efficiency and comfort
by shaping the design and operation of
the technology to the physical and psychological capabilities and social needs of
the user.
(Jan Noyes. Designing for Humans. New York: Taylor
& Francis Inc., 2001)
1. Pendahuluan
Manusia
dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan berbagai macam produk,
mesin maupun fasilitas
kerja lain yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhannya. Manusia akan mengendarai
mobil, menggunakan handphone, mengoperasikan mesin produksi, memanfaatkan
kecanggihan mesin komputer, dan sebagainya. Untuk semua aktivitas yang harus
dilakukan tersebut, manusia harus melibatkan semua panca indera yang dimiliki;
menjalankan mekanisme pengambilan keputusan melalui memori otak, dan
menggunakan semua kemampuan menggerakan sistem otot-otot tangan maupun kaki
yang diperlukan untuk melakukan kerja. Dalam hal ini mobil akan bergerak
sepanjang jalan lintasan sesuai dengan kehendak manusia yang mengemudikannya.
Demikian juga mesin komputer akan melakukan analisa dan memproses data manakala
ada manusia yang mengoperasikannya. Kesimpulan yang bisa ditarik, manusia
merupakan komponen dan faktor yang penting serta menentukan dalam setiap sistem
operasional (sistem manusia – mesin) agar mampu berfungsi untuk meng hasilkan aktivitas kerja
produktif.
Agar sistem manusia-mesin tersebut bisa
berfungsi baik, maka sub-sistem (komponen-komponen) pendukungnya haruslah
dirancang secara sinkron dan terintegrasi satu dengan yang lain. Hal ini
tidak saja menyangkut komponen (elemen) yang berada didalam sub-sistem mesin,
tetapi juga menyangkut manusia yang akan berinteraksi dengan sub-sistem mesin
tersebut untuk membentuk sebuah sistem manusia-mesin (man-machine system).
Oleh karena itu sangat mendasar sekali kalau seorang perancang mesin (produk)
akan selalu mempertimbangkan manusia sebagai sub-sistem yang perlu diselaraskan
dengan sub-sistem mesin (produk) agar bisa layak dioperasikan nantinya. Berkaitan dengan hal tersebut sudah
semestinya seorang perancang mesin (produk) akan memperhatikan segala kelebihan
maupun keterbatasan manusia dalam hal kepekaan inderawi (sensory), kecepatan dan ketepatan didalam proses pengambilan
keputusan, kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dimensi ukuran tubuh
(anthropometri), dan sebagainya; untuk kemudian menggunakan semua informasi
mengenai faktor manusia (human factors)
ini sebagai acuan didalam menghasilkan sebuah rancangan mesin atau produk yang
serasi, selaras dan seimbang dengan manusia yang akan mengoperasikannya nanti.
Dalam proses perancangan produk,
kepuasan manusia
--- khususnya pengguna (user/ costumer) --- akan menjadi tolok ukur utama;
sehingga berbagai aspek yang melingkupi diri manusia sebagai individu dalam
hubungannya dengan manusia lain atau dengan lingkungan fisik keberadaannya,
menjadi pertimbangan penting. Noyes , 2000 [4] menyimpulkan bahwa maksud perancangan dengan
tujuan untuk kepentingan manusia adalah “to create and provide things and
environments for people’s needs, to
increase and to consider all aspects of their well-being. This includes the basic nature, sexual,
physiological, and psychological characteristics, physical size, motions, and
actions that are integral part or personal and environmental comfort”. Dengan
memasukan faktor manusia dalam perancangan, maka rancangan akan menghasilkan
produk yang memenuhi kriteria ergonomis. Rancangan produk yang tidak hanya bisa
memberikan kinerja (performance)
fungsional yang efektif, aman (safety/health),
nyaman (comfort), serta mampu dan
mudah dioperasikan dengan efisien (ease
of use).
Seorang perancang produk haruslah bisa
mengintegrasikan semua aspek manusiawi lewat karya-karya rancangannya dalam sebuah
konsep yang dikenal dengan “Human Integrated Design” [1], [2]. Analisis mengenai faktor
manusia dalam proses perancangan produk meliputi evaluasi yang berkaitan dengan
karakteristik data fisiologik dan psikologik manusia yang nantinya akan menjadi
komponen utamanya. Dengan memasukkan unsur-unsur yang berkaitan tentang faktor
manusia tersebut --- baik kelebihan, keterbatasan, maupun
kekurangannya --- pada saat proses perancangan berlangsung; hasil yang
diperoleh nantinya akan berupa “resultant design” dari sebuah sistem
manusia-mesin [3]. Optimalisasi rancangan produk
akan bisa diperoleh, karena disini variabel-variabel operasional dan interaksi
faktor manusia dengan sistem mesin yang akan dioperasikannya sudah terintegrasi
dalam teknologi produk --- bisa berupa perangkat keras (hardware) maupun
perangkat lunak (software) --- yang dirancang.
2.
Human Centered/Integrated Design
Secara
umum aplikasi konsep Human Centered/Integrated Design (HC/ID) dapat
dijelaskan berdasarkan dua prinsip yaitu : pertama, seorang perancang
produk harus menyadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci penentu
sukses didalam operasionalisasi sistem manusia-mesin (produk); tidak peduli
apakah sistem tersebut bersifat manual, mekanis (semi-automatics) ataukah
otomatis penuh. HC/ID akan menempatkan semua unsur/parameter design menyesuaikan
dengan karakteristik --- kelebihan maupun kekurangan --- manusia (fitting
the task/ design to the man). Kedua , seorang perancang produk harus
juga menyadari bahwa setiap produk akan memerlukan informasi-informasi detail
dari semua faktor yang terkait dalam setiap proses perancangan.
Seorang perancang produk
harus mengetahui sistem operasional seperti apa yang dapat dikerjakan lebih
baik oleh manusia (didasarkan oleh faktor kelebihan yang dimiliki manusia
dibandingkan dengan mesin/alat); dan disisi lain dengan menyadari segala
kekurangan serta kelemahan manusia, maka keterbatasan-keterbatasan ini kemudian
bisa dialokasikan untuk kemudian dikerjakan oleh sub-sistem mesin (produk) yang
dirancang. Data yang berkaitan dengan kelebihan, kekurangan maupun keterbatasan
--- baik yang bersifat fisiologik maupun psikologik --- bisa dikembangkan
melalui riset ergonomis yang merujuk manusia sebagai obyek dan sekaligus subyek
pengamatan.
Rancangan memenuhi kriteria “baik” sejauh
rancangan tersebut mampu memenuhi tolok ukur efektif, efisien, nyaman, aman,
dan sehat dan Efisien. Problem utama adalah bagaimana cara pengukurannya. Esensi dasar dari evaluasi ergonomis dalam
proses perancangan produk adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan
manusia agar bisa terakomodasikan dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah“man-made
object”. Pendekatan yang terfokus melalui pertim-bangan faktor manusia
merujuk ke konsep perancangan yang utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
dan kepuasan manusia. Noyes, 2001 [4]
menjelaskan mengenai pende-katan ini sebagai User Centered Design (USD), yaitu
sebagai berikut: “… is embedded in the concept of usability. The
usability of product is the degree to which specifics users can achieve
specific goals within a particular environment; effectively, efficiently,
comfort-ably, and in an acceptable manner. Some term mentioned as user
friendliness”. Secara sederhana HID -- atau “user centered design” (UCD) -- ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan manusia, mengatasi segala keterbatasan yang ada, dan memenuhi
komponen spesifik/unik yang bersifat kualitatif-emosional, subyektif, afektif,
maupun estetika yang ada dalam diri manusia.
Fokus perhatian dari
sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah rancangan
produk yang memenuhi persyaratan “fitting the task to the man” [5]. Hal ini berarti setiap rancangan produk
(sistem manusia-mesin) yang akan dibuat
haruslah selalu dipikirkan untuk kepentingan
--- dalam arti keselamatan, keamanan, maupun kenyamanan --- manusia. Sebuah kajian ergonomis jelas akan
merujuk pada kepentingan manusia,, dan tidak semata-mata mengarah pada aspek
teknis-fungsional dari produk, mesin ataupun fasilitas kerja yang dirancang.
Bilamana tidak ada unsur manusia yang terlibat dalam interaksi
sistem manusia-mesin --- seperti halnya dalam sistem mesin yang bekerja secara
otomatis penuh (full-automatics) ---
maka secara tegas dapat disimpulkan kajian ergonomis tidak lagi terlalu
signifikan untuk dilakukan. Perancangan sebuah produk dengan
memusatkan perhatian pada aspek-aspek keunggulan teknologi memang juga penting,
terutama untuk meningkatkan kemampuan teknis-fungsional dari produk tersebut.
Akan tetapi performans produk baru akan bisa maksimal dicapai bilamana terjadi “synergy
process” pada saat terjadi interaksi timbal-balik yang serasi dan selaras
dengan manusia-operator yang akan melayani, mengoperasikan, dan
mengendalikannya.
Berdasarkan prinsip-prinsip dasar perancangan
produk seperti yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa akan
lebih mudah untuk memodifikasi karakteristik rancangan produk yang disesuaikan
dengan kelebihan, keterbatasan maupun kekurangan manusia-operatornya (fitting
the task to the man); dibandingkan dengan keharusan kita untuk melakukan modifikasi --- melalui proses
seleksi maupun pelatihan (training) --- kemampuan operator guna diakomodasikan
dengan karakteristik rancangan produk yang terlanjur dirancang dan harus
dioperasikan apa adanya (fitting the man to the task).
3. Ergonomi, Human Factors dan Perancangan Produk
Kata ergonomics atau human factors berasal dari kata “ergo” (work) dan “nomics/nomos” (study of) yang bisa diartikan sebagai “the custom, habits or laws of work” dan merujuk pada pendekatan untuk menyelesaikan problem-problem kerja yang dilakukan oleh manusia. Selanjutnya Chapanis, 1999 [6] mendefinisikan human factors (ergonomics) sebagai “a body of knowledge about human abilities, human limitations, and other human characteristics that are relevant to design”; sedangkan pengertian untuk human factors engineering (the practice of ergonomics) dinyatakannya sebagai “the application of human factors (ergonomic) information to the design of tools, machines, systems, tasks, jobs, and environments for safe, comfortable and effective human use”. Di masa lalu, istilah ergonomics biasanya sering dikaitkan dengan perancangan produk-produk sederhana seperti knobs, dials, atau furniture (chair); dan juga aktivitas fisik (physical work) dari kerja manusia [5]. Sedangkan human factors lebih umum dihubungkan dengan aspek psikologi kerja (mental workloads dan cognitive issues) dan segala macam aspek yang mengkaitkan manusia dalam aktivitas kerjanya [7]. Belakangan batasan-batasan dari kedua istilah tersebut tampaknya menjadi kabur dan tidak lagi dibedakan/dipertentangkan.
Kata ergonomics atau human factors berasal dari kata “ergo” (work) dan “nomics/nomos” (study of) yang bisa diartikan sebagai “the custom, habits or laws of work” dan merujuk pada pendekatan untuk menyelesaikan problem-problem kerja yang dilakukan oleh manusia. Selanjutnya Chapanis, 1999 [6] mendefinisikan human factors (ergonomics) sebagai “a body of knowledge about human abilities, human limitations, and other human characteristics that are relevant to design”; sedangkan pengertian untuk human factors engineering (the practice of ergonomics) dinyatakannya sebagai “the application of human factors (ergonomic) information to the design of tools, machines, systems, tasks, jobs, and environments for safe, comfortable and effective human use”. Di masa lalu, istilah ergonomics biasanya sering dikaitkan dengan perancangan produk-produk sederhana seperti knobs, dials, atau furniture (chair); dan juga aktivitas fisik (physical work) dari kerja manusia [5]. Sedangkan human factors lebih umum dihubungkan dengan aspek psikologi kerja (mental workloads dan cognitive issues) dan segala macam aspek yang mengkaitkan manusia dalam aktivitas kerjanya [7]. Belakangan batasan-batasan dari kedua istilah tersebut tampaknya menjadi kabur dan tidak lagi dibedakan/dipertentangkan.
Keduanya
merepresentasikan aktivitas studi tentang kerja dan interaksi antara manusia
dengan system lingkungan fisik kerjanya.
Tujuan utamanya adalah memperoleh kesesuaian antara kebutuhan dengan
rancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi system manusia-mesin serta lingkungan fisiknya agar lebih produktif,
nyaman, aman dan memuaskan penggunanya.
Komponen-komponen mendasar dalam dalam perancangan dengan pendekatan
ergonomi (human factors) meliputi
psychology (cognitive, social, dan occupational
psychology), anatomi (anthropometry
dan biomechanics), dan physiology (exercise and work
physiology). IEA (International
Ergonomics Association) mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang
mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik maupun mental manusia
untuk merancang produk, proses, stasiun/tempat kerja (workplaces) dan interaksi
manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang kompleks
Ergonomi secara nyata memberi dampak
terhadap kehidupan manusia sehari-hari; mulai dari rumah dimana mereka
bertempat tinggal dan khususnya sampai ke tempat kerja di industri,
perkantoran, dan lain-lain. Pendekatan dan
evaluasi ergonomi banyak diaplikasikan dalam banyak hal. Mulai dari perancangan
produk, fasilitas kerja, tempat kerja (work stations/places) dan juga
lingkungan kerja (working environment)
dengan sasaran untuk menambah efektivitas, efisiensi dan produktivitas tenaga
kerja. Lebih penting lagi pendekatan
ergonomi dalam perancangan juga diaplikasikan untuk memperbaiki faktor
kenyamanan, keselamatan dan kesehatan (comfort, safety and health) di
ranah area/ lingkungan kerja diselenggarakan.
.
Aplikasi ergonomi dalam
perancangan telah banyak ditunjukkan dengan berbagai bukti nyata di masa lampau
seperti halnya saat manusia melakukan perancangan produk, alat kerja maupun
sistem kerja. Hutchingson, 1981 [8] dalam hal ini secara tegas menyatakan bahwa
manusia-manusia ”pra-sejarah” yang menggunakan alat/perkakas (tools) ---
baik untuk melindungi maupun membantu melaksanakan kerja tertentu --- merupakan
peletak dasar pemikiran dan penerapan ergonomi dalam proses perancangan
produk/peralatan kerja. Selanjutnya juga
banyak dilakukan studi-studi mengenai peralatan kerja yang harus dioperasikan
dengan menggunakan tenaga fisik manusia terutama di sektor pertanian (people-powered
farming tools) seperti bajak, pacul, sabit, dan lain-lain telah pula
melahirkan banyak perubahan maupun modi-fikasi rancangan dengan lebih
memperhatikan faktor manusia.
Rekayasa manusia (human engineering)
yang dilakukan terhadap rancangan produk maupun sistem kerja diharapkan `kan
mampu akan
mampu memperbaiki kinerja produk maupun fasilitas kerja seperti mengurangi
waktu interaksi (interaction time), menekan tingkat kesalahan dalam
pengoperasian (human errors), memperbaiki tingkat kepuasan penfguna (user
satisfaction), mempermudah pemakaiannya (device usability), meningkatkan “functional
effectiveness”, dan produktivitas dengan memperhatikan karakteristik
manusia dalam rancangan tersebut [10]. Modifikasi terhadap rancangan yang berdasarkan
pertimbangan ergonomi kemudian direalisasikan dengan langkah pembuatan
prototipe. Selanjutnya dilakukan langkah
pengujian terhadap prototipe tersebut untuk melihat seberapa jauh dan signifikan kinerja rancangan produk/silitas
kerja yang baru tersebut mampu memenuhi
tolok ukur kelayakan ergonomis seperti aplikasi data antropometri yang sesuai,
waktu/output standard, penggunaan enersi kerja fisik dan jeluhan
subyektif.
4. Ergonomics : Designing for Humans
Desain,
adalah tindakan manusia untuk
menghasilkan sebuah langkah konkrit, teknis dan ditujukan untuk memberikan
solusi optimal, obyektif, inovatif dan kreatif terhadap berbagai permasalahan
kebutuhan manusia. Melalui
serangkaian proses
perancangan, diawali
dengan meliputi identifikasi
dan pernyataan masalah, penguraian masalah secara kritis (analisa),
kesimpulan pemecahan masalah (sintesa) dan pengkajian hasil (evaluasi) baik dari sisi kelayakan
teknis-fungsional, ergonomis asesmen, dan berakhir dengan pengkajian dari sisi
kelayakan pasar.
Where Does Design Come From? Sebuah pertanyaan yang acapkali muncul pada
saat kita berharap agar rancangan yang kita buat tidak hanya berhenti dalam
tataran ide ataupun konsep semata.
Manusia siapa (designer or
customer) yang akan kita jadikan target sasaran kepentingan rancangan
tersebut akan dibuat? Rancangan bisa
bersumber dari berbagai penemuan (invention)
berbagai ide baru sebagai bentuk kreatifitas manusia perancang. Namun untuk berbagai tipikal rancangan ---
khususnya produk industri --- ide maupun konsep seringkali justru datangnya
dari customer/user atau sumber eksternal dalam bentuk inovasi maupun saran
perbaikan lainnya (innovation/improvement).
Proses perancangan produk memerlukan
pendekatan dari berbagai macam disiplin. Ilmu-ilmu keteknikan dan rekayasa (engineering) akan diperlukan dalam
perancangan sebuah produk terutama berkaitan dengan aspek mekanikal dan
elektrikal-nya; sedangkan psikologi dianggap penting untuk menelaah perilaku
dan hal-hal yang dipikirkan oleh manusia yang akan menggunakan rancangan produk
tersebut. Selanjutnya studi tentang ergonomi (human factors) akan
mencoba mengkaitkan rancangan produk untuk bisa diselaras-serasikan dengan
manusia penggunanya; didasarkan pada kapasitas maupun keterbatasan dari sudut
tinjauan kemampuan fisiologik maupun psikologik-nya dengan tujuan untuk
meningkatkan perfomans kerja dari sistem manusia-produk [11]. Hubungan antara
manusia dengan lingkungan fisik kerjanya juga merupakan fokus studi ergonomi.
Lingkungan fisik kerja yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi setiap faktor
(kondisi suhu udara, pencahayaan, kebisingan dan sebagainya) yang bisa
memberikan pengaruh signifikan terhadap efisiensi, keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, maupun ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari
segala macam bentuk kesalahan manusiawi (human
errors) yang berakibat kecelakaan kerja [12]. Hal yang senada oleh Sanders dan McCormick
, 1992 [13] dikatakannya dengan “it is easier to bend metal than twist arms”
yang bisa diartikan merancang produk ataupun alat untuk mencegah terjadinya
kesalahan (human error) akan jauh
lebih mudah bila dibandingkan mengharapkan orang (operator) jangan sampai
melakukan kesalahan pada saat mengoperasikan produk (mesin) atau alat kerja.
Tergantung maksud dan tujuannya, sebuah
rancangan produk sebelum diproduksi dan diluncurkan agar bisa dikonsumsi oleh
pasar perlu terlebih dahulu dilakukan berbagai macam kajian, evaluasi serta
pengujian (test). Proses kajian, evaluasi ataupun pengujian ini meliputi banyak
aspek baik yang menyangkut aspek teknis-fungsional maupun kelayakan ekonomis
(pasar) seperti analisa nilai (value
analysis/engineering), reliabilitas (keandalan), analisa/ evaluasi
ergonomis, market analysis & test, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan kelayakan ergonomis
dari sebuah rancangan produk, maka seperti telah diuraikan panjang lebar
sebelumnya, yang dimaksudkan dengan evaluasi ergonomis disini menurut Holt,
1983 [14] adalah “ a method for systematic study of the physiological and
psychological requirements for a product and its manufacturing processes from a
human point of view”. Untuk melaksanakan kajian dan evaluasi bahwa sebuah
(rancangan) produk telah memenuhi persyaratan ergonomis bisa dilihat dari
variabel-variabel data yang berkaitan dengan karakteristik manusia pengguna
produk tersebut apakah sudah dimasukkan sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal
ini ada beberapa aturan dasar perancangan dengan mengaplikasikan pendekatan dan
pertimbangan ergonomis seperti berikut [15], [16], [17] :
(a) Pahami terlebih dahulu bahwa manusia
merupakan fokus utama dari perancangan produk. Hal-hal yang berhubungan dengan
struktur anatomi (fisiologik) tubuh manusia harus diperhatikan, demikian juga
dengan dimensi ukuran tubuh (anthropometri) harus dikumpulkan dan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan bentuk maupun ukuran geometris dari produk
ataupun fasilitas kerja yang dirancang. Manusia pada dasarnya akan memiliki
bentuk tubuh, dimensi ukuran (anthropometri) dan/atau karakter fisik yang
berbeda-beda. Berangkat dari realitas ini, maka evaluasi ergonomis yang
mendasari dalam penentuan geometris ukuran produk yang akan dirancang sedapat
mungkin mampu memberikan kelonggaran (fleksibilitas) untuk digunakan ataupun
dioperasikan oleh mayoritas populasi yang secara leluasa bebas mengatur dan
beradaptasi dengan ukuran anggota tubuh masing-masing.
(b) Gunakan prinsip-prinsip “kinesiology”
(study mengenai gerakan tubuh manusia dilihat dari aspek ilmu fisika atau
kadang dikenali dengan istilah lain “biomechanics”) dalam rancangan
produk yang dibuat untuk menghindarkan manusia melakukan gerakan-gerakan kerja
yang tidak sesuai, tidak beraturan, kaku (patah-patah), dan tidak memenuhi
persyaratan efektivitas-efisiensi gerakan.
(c) Masukan kedalam pertimbangan mengenai
segala kelebihan maupun kekurangan (keterbatasan) yang berkaitan dengan
kemampuan fisik yang dimiliki oleh manusia didalam memberikan respons sebagai
kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan pengaruhnya dalam proses perancangan
produk. Manusia pada dasarnya memiliki perbedaan kemampuan (kelebihan,
kekurangan maupun keterbatasan) dalam hal kecepatan bereaksi, kekuatan fisik,
kepekaan inderawi, dan sebagainya. Dengan demikian akan bisa dikembangkan
rancangan produk (sistem manusia-mesin) yang memberikan alternatif pilihan
apakah akan lebih mengandalkan pada kelebihan-kelebihan masing-masing
sub-sistem (manusia atau mesin) yang ada.
(d)
Manusia memiliki memiliki perbedaan dalam kemampuan mental dan
kognitifnya untuk menyimpan dan mengolah informasi yang diterima untuk kemudian
mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Laju kecepatan sub-sistem manusia
didalam menyerap informasi, kemampuan memahami dan menyimpan informasi tersebut
dalam memori ingatan yang dimiliki, serta kemampuan untuk menjaga atau mempertahankan
semua informasi yang dikuasainya tersebut akan berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya.
(e)
Manusia pada prinsipnya “goal oriented” bila menggunakan produk
ataupun mengoperasikan mesin/fasilitas kerja lainnya. Kemungkinan untuk melakukan
tindakan kesalahan (human error)
sangat mungkin terjadi manakala ada ketidak-serasian dan ketidak-selarasan
didalam perancangan sistem manusia-mesin tersebut. Walaupun demikian manusia
akan mau menerima kesalahan tersebut sebagai pengalaman dan mencoba memperbaiki
kinerja sistem dengan mensinergikan kembali performans masing-masing sub-sistem
(manusia dan/atau mesin).
(f) Aplikasikan semua pemahaman yang
terkait dengan aspek psikologik manusia sebagai prinsip-prinsip yang mampu
memperbaiki motivasi, attitude, moral, kepuasan dan etos kerja. Manusia akan
berbeda persepsinya didalam mendefinisikan kondisi dan suasana nyaman menurut
persepsi masing-masing. Kenyataan seperti ini akan memotivasi orang untuk
memberikan kemampuan penyesuaian (adjustability) terhadap rancangan produk
maupun lingkungan fisik kerja agar mampu mengakomodasikan perbedaan-perbedaan
tersebut.
Pertimbangan
ergonomis dalam proses perancangan produk yang paling tampak nyata aplikasinya
adalah melalui pemanfaatan data anthropometri (ukuran tubuh) guna menetapkan
dimensi ukuran geometris dari produk dan juga bentuk-bentuk tertentu dari
produk yang disesuaikan dengan ukuran maupun bentuk (feature/posture) tubuh manusia pemakainya.
Dalam berbagai kasus, para peneliti ergonomi industri bisa menjumpai banyaknya produk dan/atau mesin/peralatan kerja yang
digunakan di industri yang tidak tepat/layak dioperasikan karena persoalan
ketidaksesuaian dimensi antropometri.
Perbedaan ukuran anggota tubuh (antropometri) yang dipakai dalam
menentukan dimensi-dimensi perancangan (industrial machinery, equipment,
tools, dll) akan memberikan konsekuensi-konsekuensi ergonomi (ergonomic
consequences) yang mengakibatkan rendahnya produktivitas, kualitas,
K3 dan/atau persoalan serius lainnya. Oleh
karena itu diperlukan evaluasi dan intervensi ergonomi untuk merancang ulang (redesigned) ataupun modifikasi untuk
meningkatkan efektifitas, efisiensi, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan
kerja manusia.
5. Penutup
Perancangan suatu produk akan menekankan pada dua
aspek utama, yaitu pertama aspek teknis/kuantitatif
(engineering design), seperti fungsi,
kekuatan, efisiensi, kelayakan, model-model matematis, penggunaan teknologi; dan kedua menekankan aspek non-teknis/kualitatif (afektif)
yang lebih menyangkut
rasa dan emosional manusia, seperti pencitraan, simbolisme, style/langgam,
estetika, artistika , psikologis, kultural,
dan sebagainya. Rancangan produk yang lebih
menekankan pada aspek kualitatif emosional manusia, namun tetap dalam batasan
fungsional dan teknis yang disaratkan, feasible
untuk dilaksanakan pembangunan fisiknya lazim
disebut design (tanpa kata engineering), seperti halnya,
arsitektur, desain interior, desain produk industri (industrial design) [19]. Agar sebuah rancangan bisa
memenuhi kebutuhan dan memuaskan manusia penggunanya; maka diperlukan semua
atribut informasi yang terkait dengan keinginan mereka. Seorang perancang harus bisa menangkap,
menginterpretasi dan mempersepsikan secara tepat semua keinginan pengguna (the voice of customers), dan selanjutnya
menterjemahkannya dalam bentuk technical
parameters dan target values
dalam sebuah rancangan seperti yang kita kenali dalam langkah-langkah
implentasi dari Metode Quality Function
Deployment (QFD Method).
Untuk mengumpulkan data empiris dan menggali lebih dalam seperti apa
sebenarnya perilaku serta sisi emosi konsumen/kostumer saat menggunakan produk;
selain juga bagaimana pengalaman mereka selama itu berinteraksi dengan produk
atau jasa dilakukan riset ethnografi. Sebuah riset yang akan bisa melihat
banyak hal dari perspektif konsumen, bukan dari perspektif produsen ataupun
perancang itu sendiri. Metode ethnografi telah lama digunakan dalam berbagai
penelitian kualitatif untuk
mengeksplorasi ide kreatif dan inovatif di bidang perancangan dengan tujuan
memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Selain
ethnografi, Nagamachi, 2009 [21], [22] juga memperkenalkan metoda Kansei untuk
menterjemahkan consumer’s psycho-logical feeling tentang produk ke dalam
elemen-elemen persepsi yang tepat. Kansei,
dalam bahasa Jepang, diartikan sebagai “psychological feeling or image of a product” merupakan metode untuk
menjembatani rancangan industry (industrial
design) yang dibuat oleh seorang perancang produk dengan bagian
engineering, manufacturing dan marketing.
References
[1].
|
Pulat, B. Mustafa.
Fundamentals of Industrial
Ergonomics. Englewood
Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1992.
|
[2].
|
Gupta, Vijay and Murthy, PN. An Introduction to Engineering Method. New Delhi; Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited, 1980
|
[3].
|
Wignjosoebroto,
Sritomo . The Develop-ment of Ergonomics Method: Pendekatan Ergonomi Menjawab
Problematika Industri. Keynote
Seminar Nasional Seminar
Nasional Ergonomi 2006 yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Nopember 2006 di Auditorium Gedung D, Kampus A –
Universitas Trisakti Jakarta.
|
[4].
|
Noyes, Jan. Designing
for Humans. New York: Taylor & Francis Inc., 2001..
|
[5].
|
Granjean, Etienne. Fitting the Task to the Man: An Ergonomic Approach. London:
Taylor & Francis Limited, 1982.
|
[6].
|
Chapanis,
A. The Bhapanis Chronicles: 50 Years of Human Factors Research, Education,
and Design. Santa Barbara, CA: Aegean Publishing Company, 1999.
|
[7].
|
Hawkins, F.H. Human Factors in Flight. 2nd edn.
Aldershot, UK: Ashgate, 1993. .
|
[8].
|
Huchingson, Dale R. New Horizons for Human Factors in Design.
New York: McGraw- Hill Book Company, 1982.
|
[9].
|
Ray,
Gaur G. Ergo-Design, an Integrated User
Centered Approach to be adopted in India for Better Tool Development. Paper presented in
IEA - 17th World Congress on
Ergonomics in Beijing, July 2009.
|
[10].
|
Stanton,
Neville A and Young, Mark S. A Guide to Methodology in Ergonomics. New York : Taylor and Francis, 1999.
|
[11].
|
Stanton, Neville. Human Factors in Consumer Products. London: Taylor &
Francis Ltd., 1998.
|
[12].
|
Hawkes, Barry and Abinnet, Ray. The Engineering Design Processes.
Eidenburgh Gate, Harlow : Addison Wesley Longman, 1997.
|
[13].
|
Sanders, Mark S. and
Ernest McCormick. Human Factors in
Engineering and Design. New York : McGraw Hill Publishing Company
Ltd, 1992.
|
[14].
|
Holt, Knut. Product Innovation Management. London: Butterworths, 1983.
|
[15].
|
Khalil, T.M. Design
Tools and Machines to fit the Man. Industrial Engineering :
Institute of Industrial Engineers, 1972.
|
[16].
|
Duncan, Jerry R.; Pulat, Babur Mustafa, et.al.. Industrial Ergonomics: Case Studies (Human
Factors in Product Design). Norcross, Georgia: Industrial
Engineering and Management Press – Institute of Industrial Engineers, 1991.
|
[17].
|
Wignjosoebroto,
Sritomo. Ergo-Design : Rancangan Untuk
Manusia. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Diskusi “Ergonomi & Kenyamanan Produk Desain”
yang diselenggarakan oleh Kelompok Keahlian Manusia dan Ruang Interior (KK
MRI) – FSRD ITB pada tanggal 6 Juni 2011 di Auditorium Timur – Campus Centre
ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung
|
[18].
|
Wignjosoebroto,
Sritomo, Arief Rahman, Elfino Jovianto.
Kajian Ergonomi dalam Perancangan Alat Bantu Proses Penyetelan dan
Pengelasan Produk Tangki Travo.
Makalah disajikan dalam Seminar Sistem Produksi di Hotel Sheratton –
Surabaya pada bulan Agustus, 2005.
|
[19].
|
Helander, Martin G, and Khalid Halimahtun. Citarasa Engineering for Identifying and Evaluating Affective Product
Design. Paper presented in IEA - 17th World Congress on
Ergonomics in Beijing, July 2009.
|
[20].
|
Nagamachi,
Mitsuo et.al. Kansei Engineering and Its Application to
Developing New Preventing Bedsore Mattress. Paper
presented in IEA - 17th
World Congress on Ergonomics in Beijing, July 2009.
|
[21].
|
Nagamachi, Mitsuo et.al. Kansei Ergonomic Product Development of Washer-Dryer and Electric
Shaver. Paper presented in IEA - 17th World Congress on Ergonomics in
Beijing, July 2009.
|