Selasa, 30 Oktober 2012

Ergo-Design: Rancangan Produk untuk Manusia

Ergonomics is a discipline that seeks to maximize safety, efficiency and comfort
by shaping the design and operation of the technology to the physical and psychological capabilities and social needs of the user.

(Jan Noyes. Designing for Humans. New York: Taylor & Francis Inc., 2001)

1. Pendahuluan
Manusia dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan berbagai macam produk, mesin  maupun  fasilitas  kerja  lain yang  dirancang untuk  memenuhi  kebutuhannya.  Manusia akan mengendarai mobil, menggunakan handphone, mengoperasikan mesin produksi, memanfaatkan kecanggihan mesin komputer, dan sebagainya. Untuk semua aktivitas yang harus dilakukan tersebut, manusia harus melibatkan semua panca indera yang dimiliki; menjalankan mekanisme pengambilan keputusan melalui memori otak, dan menggunakan semua kemampuan menggerakan sistem otot-otot tangan maupun kaki yang diperlukan untuk melakukan kerja. Dalam hal ini mobil akan bergerak sepanjang jalan lintasan sesuai dengan kehendak manusia yang mengemudikannya. Demikian juga mesin komputer akan melakukan analisa dan memproses data manakala ada manusia yang mengoperasikannya. Kesimpulan yang bisa ditarik, manusia merupakan komponen dan faktor yang penting serta menentukan dalam setiap sistem operasional (sistem manusia – mesin) agar mampu berfungsi  untuk meng hasilkan aktivitas kerja produktif.

Agar sistem manusia-mesin tersebut bisa berfungsi baik, maka sub-sistem (komponen-komponen) pendukungnya haruslah dirancang secara sinkron dan terintegrasi satu dengan yang lain. Hal ini tidak saja menyangkut komponen (elemen) yang berada didalam sub-sistem mesin, tetapi juga menyangkut manusia yang akan berinteraksi dengan sub-sistem mesin tersebut untuk membentuk sebuah sistem manusia-mesin (man-machine system). Oleh karena itu sangat mendasar sekali kalau seorang perancang mesin (produk) akan selalu mempertimbangkan manusia sebagai sub-sistem yang perlu diselaraskan dengan sub-sistem mesin (produk) agar bisa layak dioperasikan nantinya. Berkaitan dengan hal tersebut sudah semestinya seorang perancang mesin (produk) akan memperhatikan segala kelebihan maupun keterbatasan manusia dalam hal kepekaan inderawi (sensory), kecepatan dan ketepatan didalam proses pengambilan keputusan, kemampuan penggunaan sistem gerakan otot, dimensi ukuran tubuh (anthropometri), dan sebagainya; untuk kemudian menggunakan semua informasi mengenai faktor manusia (human factors) ini sebagai acuan didalam menghasilkan sebuah rancangan mesin atau produk yang serasi, selaras dan seimbang dengan manusia yang akan mengoperasikannya nanti.
Seorang perancang produk haruslah bisa mengintegrasikan semua aspek manusiawi  lewat karya-karya rancangannya dalam sebuah konsep yang dikenal dengan “Human Integrated Design” [1], [2]. Analisis mengenai faktor manusia dalam proses perancangan produk meliputi evaluasi yang berkaitan dengan karakteristik data fisiologik dan psikologik manusia yang nantinya akan menjadi komponen utamanya. Dengan memasukkan unsur-unsur yang berkaitan tentang faktor manusia tersebut   --- baik kelebihan, keterbatasan, maupun kekurangannya --- pada saat proses perancangan berlangsung; hasil yang diperoleh nantinya akan berupa “resultant design” dari sebuah sistem manusia-mesin [3]. Optimalisasi rancangan produk akan bisa diperoleh, karena disini variabel-variabel operasional dan interaksi faktor manusia dengan sistem mesin yang akan dioperasikannya sudah terintegrasi dalam teknologi produk --- bisa berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software) --- yang dirancang.
 
2. Human Centered/Integrated Design
Secara umum aplikasi konsep Human Centered/Integrated Design (HC/ID) dapat dijelaskan berdasarkan dua prinsip yaitu : pertama, seorang perancang produk harus menyadari benar bahwa faktor manusia akan menjadi kunci penentu sukses didalam operasionalisasi sistem manusia-mesin (produk); tidak peduli apakah sistem tersebut bersifat manual, mekanis (semi-automatics) ataukah otomatis penuh. HC/ID akan menempatkan semua unsur/parameter design menyesuaikan dengan karakteristik --- kelebihan maupun kekurangan --- manusia (fitting the task/ design to the man). Kedua , seorang perancang produk harus juga menyadari bahwa setiap produk akan memerlukan informasi-informasi detail dari semua faktor yang terkait dalam setiap proses perancangan.
 
Seorang perancang produk harus mengetahui sistem operasional seperti apa yang dapat dikerjakan lebih baik oleh manusia (didasarkan oleh faktor kelebihan yang dimiliki manusia dibandingkan dengan mesin/alat); dan disisi lain dengan menyadari segala kekurangan serta kelemahan manusia, maka keterbatasan-keterbatasan ini kemudian bisa dialokasikan untuk kemudian dikerjakan oleh sub-sistem mesin (produk) yang dirancang. Data yang berkaitan dengan kelebihan, kekurangan maupun keterbatasan --- baik yang bersifat fisiologik maupun psikologik --- bisa dikembangkan melalui riset ergonomis yang merujuk manusia sebagai obyek dan sekaligus subyek pengamatan.
 
Rancangan memenuhi kriteria “baik” sejauh rancangan tersebut mampu memenuhi tolok ukur efektif, efisien, nyaman, aman, dan sehat dan Efisien. Problem utama adalah bagaimana cara pengukurannya. Esensi dasar dari evaluasi ergonomis dalam proses perancangan produk adalah sedini mungkin mencoba memikirkan kepentingan manusia agar bisa terakomodasikan dalam setiap kreativitas dan inovasi sebuah“man-made object”. Pendekatan yang terfokus melalui pertim-bangan faktor manusia merujuk ke konsep perancangan yang utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan manusia.  Noyes, 2001 [4] menjelaskan mengenai pende-katan ini sebagai User Centered Design (USD), yaitu sebagai berikut: “…  is embedded in the concept of usability. The usability of product is the degree to which specifics users can achieve specific goals within a particular environment; effectively, efficiently, comfort-ably, and in an acceptable manner. Some term mentioned as user friendliness”. Secara sederhana HID -- atau “user centered design” (UCD) -- ditujukan untuk meningkatkan kemampuan manusia, mengatasi segala keterbatasan yang ada, dan memenuhi komponen spesifik/unik yang bersifat kualitatif-emosional, subyektif, afektif, maupun estetika yang ada dalam diri manusia. 


Fokus perhatian dari sebuah kajian ergonomis akan mengarah ke upaya pencapaian sebuah rancangan produk yang memenuhi persyaratan “fitting the task to the man”  [5]. Hal ini berarti setiap rancangan produk (sistem manusia-mesin)  yang akan dibuat haruslah selalu dipikirkan untuk kepentingan  --- dalam arti keselamatan, keamanan, maupun kenyamanan ---  manusia. Sebuah kajian ergonomis jelas akan merujuk pada kepentingan manusia,, dan tidak semata-mata mengarah pada aspek teknis-fungsional dari produk, mesin ataupun fasilitas kerja yang dirancang. Bilamana tidak ada unsur manusia yang terlibat dalam  interaksi sistem manusia-mesin --- seperti halnya dalam sistem mesin yang bekerja secara otomatis penuh (full-automatics) --- maka secara tegas dapat disimpulkan kajian ergonomis tidak lagi terlalu signifikan untuk dilakukan. Perancangan sebuah produk dengan memusatkan perhatian pada aspek-aspek keunggulan teknologi memang juga penting, terutama untuk meningkatkan kemampuan teknis-fungsional dari produk tersebut. Akan tetapi performans produk baru akan bisa maksimal dicapai bilamana terjadi “synergy process” pada saat terjadi interaksi timbal-balik yang serasi dan selaras dengan manusia-operator yang akan melayani, mengoperasikan, dan mengendalikannya.

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar perancangan produk seperti yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa akan lebih mudah untuk memodifikasi karakteristik rancangan produk yang disesuaikan dengan kelebihan, keterbatasan maupun kekurangan manusia-operatornya (fitting the task to the man); dibandingkan dengan keharusan kita untuk melakukan modifikasi --- melalui proses seleksi maupun pelatihan (training) --- kemampuan operator guna diakomodasikan dengan karakteristik rancangan produk yang terlanjur dirancang dan harus dioperasikan apa adanya (fitting the man to the task).
3.  Ergonomi, Human Factors dan Perancangan Produk                                                
Kata ergonomics atau human factors  berasal dari kata “ergo” (work) dan “nomics/nomos” (study of) yang bisa diartikan sebagai “the custom, habits or laws of work” dan merujuk pada pendekatan untuk menyelesaikan problem-problem kerja yang dilakukan oleh manusia. Selanjutnya Chapanis, 1999 [6] mendefinisikan human factors (ergonomics) sebagai “a body of knowledge about human abilities, human limitations, and other human characteristics that are relevant to design”; sedangkan pengertian untuk human factors engineering (the practice of ergonomics) dinyatakannya sebagai “the application of human factors (ergonomic) information to the design of tools, machines, systems, tasks, jobs, and environments for safe, comfortable and effective human use”. Di masa lalu, istilah ergonomics biasanya sering dikaitkan dengan perancangan produk-produk sederhana seperti knobs, dials, atau furniture (chair); dan juga aktivitas fisik (physical work) dari kerja manusia [5]. Sedangkan human factors lebih umum dihubungkan dengan aspek psikologi kerja (mental workloads dan cognitive issues) dan segala macam aspek yang mengkaitkan manusia dalam aktivitas kerjanya  [7].  Belakangan batasan-batasan dari kedua istilah tersebut tampaknya menjadi kabur dan tidak lagi dibedakan/dipertentangkan. 
Keduanya merepresentasikan aktivitas studi tentang kerja dan interaksi antara manusia dengan system lingkungan fisik kerjanya.  Tujuan utamanya adalah memperoleh kesesuaian antara kebutuhan dengan rancangan, pengembangan, implementasi dan evaluasi system manusia-mesin serta lingkungan fisiknya agar lebih produktif, nyaman, aman dan memuaskan penggunanya.  Komponen-komponen mendasar dalam dalam perancangan dengan pendekatan ergonomi (human factors) meliputi psychology (cognitive, social, dan occupational psychology), anatomi (anthropometry dan biomechanics), dan physiology (exercise and work physiology). IEA (International Ergonomics Association) mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik maupun mental manusia untuk merancang produk, proses, stasiun/tempat kerja (workplaces) dan interaksi manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang kompleks
Ergonomi secara nyata memberi dampak terhadap kehidupan manusia sehari-hari; mulai dari rumah dimana mereka bertempat tinggal dan khususnya sampai ke tempat kerja di industri, perkantoran, dan lain-lain.  Pendekatan dan evaluasi ergonomi banyak diaplikasikan dalam banyak hal. Mulai dari perancangan produk, fasilitas kerja, tempat kerja (work stations/places) dan juga lingkungan kerja (working environment) dengan sasaran untuk menambah efektivitas, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.  Lebih penting lagi pendekatan ergonomi dalam perancangan juga diaplikasikan untuk memperbaiki faktor kenyamanan, keselamatan dan kesehatan (comfort, safety and health) di ranah area/ lingkungan kerja diselenggarakan.  .
Aplikasi ergonomi dalam perancangan telah banyak ditunjukkan dengan berbagai bukti nyata di masa lampau seperti halnya saat manusia melakukan perancangan produk, alat kerja maupun sistem kerja. Hutchingson, 1981 [8] dalam hal ini secara tegas menyatakan bahwa manusia-manusia ”pra-sejarah” yang menggunakan alat/perkakas (tools) --- baik untuk melindungi maupun membantu melaksanakan kerja tertentu --- merupakan peletak dasar pemikiran dan penerapan ergonomi dalam proses perancangan produk/peralatan kerja.  Selanjutnya juga banyak dilakukan studi-studi mengenai peralatan kerja yang harus dioperasikan dengan menggunakan tenaga fisik manusia terutama di sektor pertanian (people-powered farming tools) seperti bajak, pacul, sabit, dan lain-lain telah pula melahirkan banyak perubahan maupun modi-fikasi rancangan dengan lebih memperhatikan faktor manusia. 
Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap rancangan produk maupun sistem kerja diharapkan `kan mampu akan mampu memperbaiki kinerja produk maupun fasilitas kerja seperti mengurangi waktu interaksi (interaction time), menekan tingkat kesalahan dalam pengoperasian (human errors), memperbaiki tingkat kepuasan penfguna (user satisfaction), mempermudah pemakaiannya (device usability), meningkatkan “functional effectiveness”, dan produktivitas dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam rancangan tersebut [10]. Modifikasi terhadap rancangan yang berdasarkan pertimbangan ergonomi kemudian direalisasikan dengan langkah pembuatan prototipe.  Selanjutnya dilakukan langkah pengujian terhadap prototipe tersebut untuk melihat seberapa jauh dan  signifikan kinerja rancangan produk/silitas kerja yang baru  tersebut mampu memenuhi tolok ukur kelayakan ergonomis seperti aplikasi data antropometri yang sesuai, waktu/output standard, penggunaan enersi kerja fisik dan jeluhan subyektif. 

4. Ergonomics : Designing for Humans
Desain, adalah tindakan manusia untuk menghasilkan sebuah langkah konkrit, teknis dan ditujukan untuk memberikan solusi optimal, obyektif, inovatif dan kreatif terhadap berbagai permasalahan kebutuhan manusia.  Melalui serangkaian proses perancangan, diawali dengan meliputi identifikasi dan pernyataan masalah, penguraian masalah secara kritis (analisa), kesimpulan pemecahan masalah (sintesa) dan pengkajian hasil (evaluasi) baik dari sisi kelayakan teknis-fungsional, ergonomis asesmen, dan berakhir dengan pengkajian dari sisi kelayakan pasar. 
Where Does Design Come From? Sebuah pertanyaan yang acapkali muncul pada saat kita berharap agar rancangan yang kita buat tidak hanya berhenti dalam tataran ide ataupun konsep semata.  Manusia siapa (designer or customer) yang akan kita jadikan target sasaran kepentingan rancangan tersebut akan dibuat?  Rancangan bisa bersumber dari berbagai penemuan (invention) berbagai ide baru sebagai bentuk kreatifitas manusia perancang.  Namun untuk berbagai tipikal rancangan --- khususnya produk industri --- ide maupun konsep seringkali justru datangnya dari customer/user atau sumber eksternal dalam bentuk inovasi maupun saran perbaikan lainnya (innovation/improvement).
Proses perancangan produk memerlukan pendekatan dari berbagai macam disiplin. Ilmu-ilmu keteknikan dan rekayasa (engineering) akan diperlukan dalam perancangan sebuah produk terutama berkaitan dengan aspek mekanikal dan elektrikal-nya; sedangkan psikologi dianggap penting untuk menelaah perilaku dan hal-hal yang dipikirkan oleh manusia yang akan menggunakan rancangan produk tersebut. Selanjutnya studi tentang ergonomi (human factors) akan mencoba mengkaitkan rancangan produk untuk bisa diselaras-serasikan dengan manusia penggunanya; didasarkan pada kapasitas maupun keterbatasan dari sudut tinjauan kemampuan fisiologik maupun psikologik-nya dengan tujuan untuk meningkatkan perfomans kerja dari sistem manusia-produk [11]. Hubungan antara manusia dengan lingkungan fisik kerjanya juga merupakan fokus studi ergonomi. Lingkungan fisik kerja yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi setiap faktor (kondisi suhu udara, pencahayaan, kebisingan dan sebagainya) yang bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap efisiensi, keselamatan, kesehatan, kenyamanan, maupun ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari segala macam bentuk kesalahan manusiawi (human errors) yang berakibat kecelakaan kerja [12]. Hal yang senada oleh Sanders dan McCormick , 1992 [13] dikatakannya dengan “it is easier to bend metal than twist arms” yang bisa diartikan merancang produk ataupun alat untuk mencegah terjadinya kesalahan (human error) akan jauh lebih mudah bila dibandingkan mengharapkan orang (operator) jangan sampai melakukan kesalahan pada saat mengoperasikan produk (mesin) atau alat kerja.
Tergantung maksud dan tujuannya, sebuah rancangan produk sebelum diproduksi dan diluncurkan agar bisa dikonsumsi oleh pasar perlu terlebih dahulu dilakukan berbagai macam kajian, evaluasi serta pengujian (test). Proses kajian, evaluasi ataupun pengujian ini meliputi banyak aspek baik yang menyangkut aspek teknis-fungsional maupun kelayakan ekonomis (pasar) seperti analisa nilai (value analysis/engineering), reliabilitas (keandalan), analisa/ evaluasi ergonomis, market analysis & test, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan kelayakan ergonomis dari sebuah rancangan produk, maka seperti telah diuraikan panjang lebar sebelumnya, yang dimaksudkan dengan evaluasi ergonomis disini menurut Holt, 1983 [14] adalah “ a method for systematic study of the physiological and psychological requirements for a product and its manufacturing processes from a human point of view”. Untuk melaksanakan kajian dan evaluasi bahwa sebuah (rancangan) produk telah memenuhi persyaratan ergonomis bisa dilihat dari variabel-variabel data yang berkaitan dengan karakteristik manusia pengguna produk tersebut apakah sudah dimasukkan sebagai bahan pertimbangan. Dalam hal ini ada beberapa aturan dasar perancangan dengan mengaplikasikan pendekatan dan pertimbangan ergonomis seperti berikut [15], [16], [17] :
(a) Pahami terlebih dahulu bahwa manusia merupakan fokus utama dari perancangan produk. Hal-hal yang berhubungan dengan struktur anatomi (fisiologik) tubuh manusia harus diperhatikan, demikian juga dengan dimensi ukuran tubuh (anthropometri) harus dikumpulkan dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan bentuk maupun ukuran geometris dari produk ataupun fasilitas kerja yang dirancang. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk tubuh, dimensi ukuran (anthropometri) dan/atau karakter fisik yang berbeda-beda. Berangkat dari realitas ini, maka evaluasi ergonomis yang mendasari dalam penentuan geometris ukuran produk yang akan dirancang sedapat mungkin mampu memberikan kelonggaran (fleksibilitas) untuk digunakan ataupun dioperasikan oleh mayoritas populasi yang secara leluasa bebas mengatur dan beradaptasi dengan ukuran anggota tubuh masing-masing.
(b) Gunakan prinsip-prinsip “kinesiology” (study mengenai gerakan tubuh manusia dilihat dari aspek ilmu fisika atau kadang dikenali dengan istilah lain “biomechanics”) dalam rancangan produk yang dibuat untuk menghindarkan manusia melakukan gerakan-gerakan kerja yang tidak sesuai, tidak beraturan, kaku (patah-patah), dan tidak memenuhi persyaratan efektivitas-efisiensi gerakan.
(c) Masukan kedalam pertimbangan mengenai segala kelebihan maupun kekurangan (keterbatasan) yang berkaitan dengan kemampuan fisik yang dimiliki oleh manusia didalam memberikan respons sebagai kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan pengaruhnya dalam proses perancangan produk. Manusia pada dasarnya memiliki perbedaan kemampuan (kelebihan, kekurangan maupun keterbatasan) dalam hal kecepatan bereaksi, kekuatan fisik, kepekaan inderawi, dan sebagainya. Dengan demikian akan bisa dikembangkan rancangan produk (sistem manusia-mesin) yang memberikan alternatif pilihan apakah akan lebih mengandalkan pada kelebihan-kelebihan masing-masing sub-sistem (manusia atau mesin) yang ada.
(d)  Manusia memiliki memiliki perbedaan dalam kemampuan mental dan kognitifnya untuk menyimpan dan mengolah informasi yang diterima untuk kemudian mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Laju kecepatan sub-sistem manusia didalam menyerap informasi, kemampuan memahami dan menyimpan informasi tersebut dalam memori ingatan yang dimiliki, serta kemampuan untuk menjaga atau mempertahankan semua informasi yang dikuasainya tersebut akan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
(e)  Manusia pada prinsipnya “goal oriented” bila menggunakan produk ataupun mengoperasikan mesin/fasilitas kerja lainnya. Kemungkinan untuk melakukan tindakan kesalahan (human error) sangat mungkin terjadi manakala ada ketidak-serasian dan ketidak-selarasan didalam perancangan sistem manusia-mesin tersebut. Walaupun demikian manusia akan mau menerima kesalahan tersebut sebagai pengalaman dan mencoba memperbaiki kinerja sistem dengan mensinergikan kembali performans masing-masing sub-sistem (manusia dan/atau mesin).
 
(f) Aplikasikan semua pemahaman yang terkait dengan aspek psikologik manusia sebagai prinsip-prinsip yang mampu memperbaiki motivasi, attitude, moral, kepuasan dan etos kerja. Manusia akan berbeda persepsinya didalam mendefinisikan kondisi dan suasana nyaman menurut persepsi masing-masing. Kenyataan seperti ini akan memotivasi orang untuk memberikan kemampuan penyesuaian (adjustability) terhadap rancangan produk maupun lingkungan fisik kerja agar mampu mengakomodasikan perbedaan-perbedaan tersebut.
 
Pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan produk yang paling tampak nyata aplikasinya adalah melalui pemanfaatan data anthropometri (ukuran tubuh) guna menetapkan dimensi ukuran geometris dari produk dan juga bentuk-bentuk tertentu dari produk yang disesuaikan dengan ukuran maupun bentuk (feature/posture) tubuh manusia pemakainya.  Dalam berbagai kasus, para peneliti ergonomi industri bisa menjumpai banyaknya produk dan/atau mesin/peralatan kerja yang digunakan di industri yang tidak tepat/layak dioperasikan karena persoalan ketidaksesuaian dimensi antropometri.  Perbedaan ukuran anggota tubuh (antropometri) yang dipakai dalam menentukan dimensi-dimensi perancangan (industrial machinery, equipment, tools, dll) akan memberikan konsekuensi-konsekuensi ergonomi (ergonomic consequences) yang mengakibatkan rendahnya produktivitas, kualitas, K3 dan/atau persoalan serius lainnya.  Oleh karena itu diperlukan evaluasi dan intervensi ergonomi untuk merancang ulang (redesigned) ataupun modifikasi untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi, kenyamanan, kesehatan dan keselamatan kerja manusia. 
Dalam proses perancangan produk, kepuasan manusia --- khususnya pengguna (user/ costumer) --- akan menjadi tolok ukur utama; sehingga berbagai aspek yang melingkupi diri manusia sebagai individu dalam hubungannya dengan manusia lain atau dengan lingkungan fisik keberadaannya, menjadi pertimbangan penting.  Noyes , 2000 [4]  menyimpulkan bahwa maksud perancangan dengan tujuan untuk kepentingan manusia adalah “to create and provide things and environments  for people’s needs, to increase and to consider all aspects of their well-being. This includes the basic nature, sexual, physiological, and psychological characteristics, physical size, motions, and actions that are integral part or personal and environmental comfort”. Dengan memasukan faktor manusia dalam perancangan, maka rancangan akan menghasilkan produk yang memenuhi kriteria ergonomis. Rancangan produk yang tidak hanya bisa memberikan kinerja (performance) fungsional yang efektif, aman (safety/health), nyaman (comfort), serta mampu dan mudah dioperasikan dengan efisien (ease of use). 

5. Penutup
Perancangan suatu produk akan menekankan pada dua aspek utama, yaitu pertama aspek teknis/kuantitatif (engineering design), seperti fungsi, kekuatan, efisiensi, kelayakan, model-model matematis, penggunaan teknologi; dan kedua menekankan aspek non-teknis/kualitatif (afektif) yang lebih menyangkut rasa dan emosional manusia, seperti pencitraan, simbolisme, style/langgam, estetika, artistika , psikologis, kultural, dan sebagainya.  Rancangan produk yang lebih menekankan pada aspek kualitatif emosional manusia, namun tetap dalam batasan fungsional dan teknis yang disaratkan, feasible untuk dilaksanakan pembangunan fisiknya lazim disebut design (tanpa kata engineering), seperti halnya, arsitektur, desain interior, desain produk industri (industrial design) [19]. Agar sebuah rancangan bisa memenuhi kebutuhan dan memuaskan manusia penggunanya; maka diperlukan semua atribut informasi yang terkait dengan keinginan mereka.  Seorang perancang harus bisa menangkap, menginterpretasi dan mempersepsikan secara tepat semua keinginan pengguna (the voice of customers), dan selanjutnya menterjemahkannya dalam bentuk technical parameters dan target values dalam sebuah rancangan seperti yang kita kenali dalam langkah-langkah implentasi dari Metode Quality Function Deployment (QFD Method).  
Untuk mengumpulkan data empiris  dan menggali lebih dalam seperti apa sebenarnya perilaku serta sisi emosi konsumen/kostumer saat menggunakan produk; selain juga bagaimana pengalaman mereka selama itu berinteraksi dengan produk atau jasa dilakukan riset ethnografi. Sebuah riset yang akan bisa melihat banyak hal dari perspektif konsumen, bukan dari perspektif produsen ataupun perancang itu sendiri. Metode ethnografi telah lama digunakan dalam berbagai penelitian kualitatif  untuk mengeksplorasi ide kreatif dan inovatif di bidang perancangan dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen. Selain ethnografi, Nagamachi, 2009 [21], [22]  juga memperkenalkan metoda Kansei untuk menterjemahkan consumer’s psycho-logical  feeling tentang produk ke dalam elemen-elemen persepsi yang tepat. Kansei,  dalam bahasa Jepang, diartikan sebagai “psychological feeling or image of a product” merupakan metode untuk menjembatani rancangan industry (industrial design) yang dibuat oleh seorang perancang produk dengan bagian engineering, manufacturing dan marketing.
 

References

[1].
Pulat, B. Mustafa.  Fundamentals of Industrial Ergonomics.  Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, 1992.
[2].
Gupta, Vijay and Murthy, PN. An Introduction to Engineering Method. New Delhi; Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, 1980
[3].
Wignjosoebroto, Sritomo . The Develop-ment of Ergonomics Method: Pendekatan Ergonomi Menjawab Problematika Industri. Keynote Seminar Nasional Seminar Nasional Ergonomi 2006 yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Nopember  2006 di Auditorium Gedung D, Kampus A – Universitas Trisakti Jakarta.
[4].
Noyes, Jan.  Designing for  Humans.  New  York: Taylor & Francis Inc., 2001..
[5].
Granjean, Etienne. Fitting the Task to the Man: An Ergonomic Approach. London: Taylor & Francis Limited, 1982.
[6].
Chapanis, A. The Bhapanis Chronicles: 50 Years of Human Factors Research, Education, and Design. Santa Barbara, CA: Aegean Publishing Company, 1999.
[7].
Hawkins, F.H.  Human  Factors in Flight. 2nd edn. Aldershot, UK: Ashgate, 1993. .
[8].
Huchingson, Dale R. New Horizons for Human Factors in Design. New York: McGraw- Hill Book Company, 1982.
[9].
Ray, Gaur G. Ergo-Design, an Integrated User Centered Approach to be adopted in India for Better Tool Development.  Paper presented in IEA - 17th World Congress on Ergonomics in Beijing, July 2009.
[10].
Stanton, Neville A and Young, Mark S. A Guide to Methodology in Ergonomics.  New York : Taylor and Francis, 1999.
[11].
Stanton, Neville. Human Factors in Consumer Products. London: Taylor & Francis Ltd., 1998.
[12].
Hawkes, Barry and Abinnet, Ray. The Engineering Design Processes. Eidenburgh Gate, Harlow : Addison Wesley Longman, 1997.
[13].
Sanders, Mark S. and Ernest McCormick. Human Factors in Engineering and Design. New York : McGraw Hill Publishing Company Ltd,  1992.
[14].
Holt, Knut. Product Innovation Management. London: Butterworths, 1983.
[15].
Khalil, T.M. Design Tools and Machines to fit the Man. Industrial Engineering : Institute of Industrial Engineers, 1972.
[16].
Duncan, Jerry R.; Pulat, Babur Mustafa, et.al.. Industrial Ergonomics: Case Studies (Human Factors in Product Design). Norcross, Georgia: Industrial Engineering and Management Press – Institute of Industrial Engineers, 1991.
[17].
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergo-Design : Rancangan Untuk Manusia. Makalah disampaikan dalam acara Seminar dan Diskusi “Ergonomi & Kenyamanan Produk Desain” yang diselenggarakan oleh Kelompok Keahlian Manusia dan Ruang Interior (KK MRI) – FSRD ITB pada tanggal 6 Juni 2011 di Auditorium Timur – Campus Centre ITB, Jalan Ganesa 10 Bandung
[18].
Wignjosoebroto, Sritomo, Arief Rahman, Elfino Jovianto.  Kajian Ergonomi dalam Perancangan Alat Bantu Proses Penyetelan dan Pengelasan Produk Tangki Travo.  Makalah disajikan dalam Seminar Sistem Produksi di Hotel Sheratton – Surabaya pada bulan Agustus, 2005.
[19].
Helander, Martin G, and Khalid Halimahtun. Citarasa Engineering for Identifying and Evaluating Affective Product Design. Paper presented in IEA - 17th World Congress on Ergonomics in Beijing, July 2009.
[20].
Nagamachi, Mitsuo et.al. Kansei Engineering and Its Application to Developing New Preventing Bedsore Mattress. Paper presented in IEA - 17th World Congress on Ergonomics in Beijing, July 2009.
[21].
Nagamachi, Mitsuo et.al. Kansei Ergonomic Product Development of Washer-Dryer and Electric Shaver. Paper presented in IEA - 17th World Congress on Ergonomics in Beijing, July 2009.