Jumat, 31 Desember 2010

Ergonomi K-3, Produktivitas dan Daya Saing

Mengapa Indonesia masih saja lemah dan ketinggalan dalam kemampuannya untuk bersaing? Berdasarkan World Competitiveness Report (2005), daya saing Indonesia berada pada urutan ke 74 dari sekitar 120 negara di dunia. Negara-negara di Asia seperti Malaysia, Thailand, India, Korea Selatan, Jepang, dan lain-lain tercatat menduduki ranking tinggi jauh melampaui Indonesia dalam hal daya saing dan produktivitas nasional. Kita semua memahami betapa pentingnya produktivitas dalam proses pembangunan nasional; oleh karena itu berbagai upaya dan cara perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas di berbagai sektor. Produktivitas pada hakekatnya merupakan sebuah alat untuk mengukur tingkat efisiensi bangsa/negara dalam hal menghasilkan barang maupun jasa. Seberapa besar nilai tambah yang telah dihasilkan diukur berdasarkan besaran keluaran (outputs) relatif terhadap masukan (input). Kelemahan daya saing dan upaya peningkatan produktivitas merupakan isu penting yang harus diantisipasi oleh industri nasional --- tidak peduli tingkatannya --- dan hal ini akan implementasi disiplin Ergonomi & K-3 akan menjadi sangat relevan. Ergonomi & K-3 secara nyata banyak memberi dampak dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari rumah kediaman sampai ke tempat kerja di industri. Ergonomi tidak hanya diimplementasikan untuk perancangan produk, fasilitas kerja maupun tempat/lingkungan kerja dengan sasaran meningkatkan efektivitas, efisiensi dan produktivitas kerja. Selain itu juga diaplikasikan untuk meningkatkan kenyamanan, kesehatan dan keselamatan manusia-pekerjanya (comfort, safety and health).

Revolusi industri yang berlangsung lebih dari dua abad yang lalu telah membawa perubahan-perubahan dalam banyak hal. Awal perubahan yang paling menyolok adalah diketemukannya rancang bangun (rekayasa/engineering) mesin uap sebagai sumber energi untuk berproduksi, sehingga manusia tidak lagi tergantung pada energi-ototi ataupun energi alam. Lebih jauh lagi manusia bisa menggunakan sumber energi secara lebih fleksibel, dipindahkan ataupun ditempatkan dimanapun lokasi aktivitas produksi akan diselenggarakan. Diketemukannya mesin uap merupakan awal dikenalnya sumber tenaga utama (prime mover) yang mampu meningkatkan mobilitas dan produktivitas kerja manusia. Hal lain yang patut dicatat adalah diterapkannya rekayasa tentang tata cara kerja (methods engineering) guna meningkatkan produktivitas kerja yang lebih efektif-efisien dengan menganalisa kerja sistem manusia-mesin sebagai sebuah sistem produksi yang terintegrasi. Apa-apa yang telah dikerjakan oleh Taylor, Frank & Lillian Gilbreth, Fayol, Muntersberg, Granjean, Barnes, Mundel, Kroemer, McCormick, Sanders dan lain-lain telah menghasilkan paradigma paradigma baru dalam berbagai penelitian kerja dengan fokus pada manusia sebagai penentu tercapainya produktivitas dan kualitas kerja (quality of work life) yang lebih baik lagi.

Banyak istilah maupun definisi yang terkait dengan pemahaman mengenai ergonomi seperti human factors, ergonomics, human engineering, human factors psychology, applied ergonomics dan industrial engineering/ergonomics. Dari sekian banyak istilah-istilah tersebut yang sering digunakan adalah human factors dan ergonomics. Pemahaman mengenai human factors biasanya dikaitkan dengan problematik psikologi kerja (mental workloads dan cognitives issues); sedangkan ergonomi sendiri dikaitkan dengan physical works. Selanjutnya pengertian mengenai human engineering atau applied/industrial ergonomics akan banyak dihubungkan dengan aplikasi data maupun pertimbangan faktor manusia (human factors engineering) dalam proses perancangan, test, evaluasi, modifikasi dari produk (peralatan, fasilitas) yang dari sebuah sistem kerja . IEA - International Ergonomics Association - mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemampuan fisik maupun mental manusia untuk merancang produk, proses, stasiun/tempat kerja (workplaces) dan interaksi manusia-mesin (juga lingkungan fisik kerja) yang kompleks.

Definisi yang paling sederhana dan ringkas dari ergonomi adalah studi tentang kerja, dikaitkan dengan kerja fisik (physical) maupun mental (psychological) manusia. Dalam hal ini pendekatan ergonomi akan fokus pada evaluasi dan perancangan tempat kerja; baik problematik kerja secara fisik (manual lifting, repetitive motion, lighting, noise dan energy expanded) maupun mental-kognitif (perception, attention, decision making, dll). Problematik kerja yang sering dialami manusia seperti eyestrain, headaches and musculoskeletal disorders akan bisa dicegah melalui pendekatan ergonomi. Begitu juga kinerja optimal akan bisa dipenuhi manakala peralatan/fasilitas kerja, stasiun kerja, produk dan tata cara kerja bisa dirancang dan disesuaikan dengan pendekatan dan prinsip-prinsip ergonomi. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip ergonomi akan menghasilkan berbagai masalah seperti injuries and occupational diseases, increased absenteeism, higher medical and insurance costs, increased probability of accidents and human errors, higher turnover of workers, less production output, lawsuits, low-quality of work, less spare capacity to deal with emergencies, dan lain-lain. Dari berbagai definisi dan pengertian yang bermacam-macam tersebut (tergantung perspektif yang ada); ergonomi secara umum diartikan sebagai ”the study of work” (ergo = kerja, nomos = hukum/aturan) dan mampu membawa perubahan yang signifikan dalam mengimplementasikan konsep peningkatan produktivitas melalui efisiensi penggunaan tenaga kerja dan pembagian kerja berdasarkan karakteristik kelebihan maupun kekurangan manusia.

Kapankah sebenarnya pendekatan ergonomi telah dilakukan manusia pada saat merancang produk, alat kerja maupun sistem kerja? Hutchingson (1981) dalam hal ini secara tegas menyatakan manusia-manusia ”pra-sejarah” yang menggunakan alat/perkakas (tools) --- baik untuk melindungi maupun membantu melaksanakan kerja tertentu --- merupakan peletak dasar pemikiran dan penerapan ergonomi dalam proses perancangan produk/peralatan kerja. Selanjutnya studi-studi mengenai peralatan kerja yang harus dioperasikan dengan menggunakan tenaga fisik manusia terutama di sektor pertanian (people-powered farming tools) dan industri tradisional (kecil-menengah) telah pula melahirkan banyak perubahan maupun modifikasi rancangan dengan lebih memperhatikan faktor manusia. Aplikasi ergonomi di industri juga mencatat langkah penting yang secara sistematik dilakukan oleh Taylor dengan restrukturisasi kerja ”ingot loading task” di Bethlehem Steel – USA (tahun1898). Taylor telah berhasil mendemonstrasikan bagaimana dengan pendekatan manajemen ilmiah (scientific management) melalui pengaturan tatacara kerja (methods engineering) dan penjadwalan kegiatan (work-rest schedules) telah mampu meningkatkan produktivitas kerja operator secara signifikan. Taylor telah memberikan landasan dalam proses perancangan kerja (work design) dan formulasi langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melaksanakan studi gerak dan waktu (time and motion studies) guna mendapatkan standar-standar kerja. Apa-apa yang telah dihasilkan oleh Taylor kemudian diteruskan oleh Frand & Lilian Gilbreth dengan studi-studinya tentang skilled performance, perancangan stasiun kerja (workstation design) dan rancangan produk/fasilitas kerja khususnya untuk orang cacat (handicapped people). Selain itu studi ergonomi lain yang patut dicatat adalah apa yang dilakukan oleh Mayo (Hawthorne Plant, 1930-an) dan Munsterberg yang penelitian-penelitannya berhubungan dengan kecelakaan kerja di industri (industrial accidents). Lebih luas lagi studi tentang ergonomi terus berkembang menuju ke persoalan keselamatan dan kesehatan kerja (occupational safety and health) di lantai produksi.

Pendekatan ergonomi dalam perancangan teknologi di industri telah menempatkan rancangan produk dan sistem kerja yang awalnya serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama. Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya juga akan terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep “human-centered engineered systems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya. Pendekatan ergonomi yang dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi telah mampu menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin yang sesuai dengan ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang melebihi ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya. Dalam hal ini akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia (kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, aman, nyaman, sehat dan efisien (ENASE).

Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem kerja tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans kerja manusia seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan; (b) mengurangi waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan kerusakan fasilitas kerja karena human errors; dan (c) meningkatkan “functional effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik manusia dalam desain sistem kerja. Demikian juga sesuai dengan ruang lingkup industri yang pendefinisiannya terus melebar-luas --- dalam hal ini industri akan dilihat sebagai sebuah sistem yang komprehensif-integral --- maka persoalan industri tidak lagi dibatasi oleh pemahaman tentang perancangan teknologi produk dan/atau teknologi proses (ruang lingkup mikro) saja, tetapi juga mencakup ke persoalan organisasi dan manajemen industri dalam skala sistem yang lebih luas, makro dan kompleks. Problem industri tidak lagi berada didalam dinding-dinding industri yang terbatas, tetapi juga merambah menuju ranah lingkungan luar-nya, sehingga memerlukan solusi-solusi yang berbasiskan pemahaman tentang konsep sistem, analisis sistem dan pendekatan sistem dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Aplikasi ergonomi industri --- the science of people at industrial works --- terkait dengan hal-hal yang fokus pada kinerja manusia (physiology dan psychology) untuk memperbaiki sistem kerja yang melibatkan manusia, material, mesin/peralatan, tata cara kerja (methods), enersi, informasi dan lingkungan kerja. Dalam hal ini ada tiga area aplikasi ergonomi industri yang sering diangkat sebagai topik studi yaitu permasalahan yang menyangkut (a) employee safety and health concern, (b) cost-or-productivity related fields, dan (c) the comfort of people. Moroney (1995) melihatnya dari tingkatan mikro, ergonomi industri akan terkait dengan persoalan-persoalan faktor manusia sebagai individu dalam perancangan area/stasiun kerja (workplace design) dan ranah kognitif; sedangkan untuk tingkatan makro, ergonomi industri akan berhadapan dengan berbagai ragam variasi budaya (cultural variables) yang memerlukan pendekatan-pendekatan sistemik dan holistik didalam menyelesaikan persoalan industri yang semakin kompleks. Dalam konteks implementasinya di ranah usaha (industri) kecil menengah, baik tingkatan mikro maupun makro, semua permasalahan yang menyimpang dari norma kaidah ergonomi dan K-3 dengan mudah akan dijumpai.

1 komentar:

  1. Best 7 Casinos Near Me - MapyRO
    Find the best casinos near you in Macau, China, India 천안 출장안마 and 정읍 출장마사지 see all the 영주 출장안마 nearby casinos closest to 태백 출장샵 you. MapyRoo.com compares the best casinos around 상주 출장샵 Macau and

    BalasHapus